Sabtu, 18 Desember 2010

CERITA

Akhirnya Perang Dunia ke-Dua
Iklim tropis di Jakarta membuat orang menjadi sakit dan mati. Pada tanggal 15 April 1945 seorang tukang kayu kapal bernama Eduard Onnen meninggal disana. Dia di kuburakan di tempat keramat Arca Domas dengan cara upacara kehormatan militer. Pada tanggal 8 Mei 1945 Jerman menyarah kalah. Oleh karena itu para tentara dari Jerman juga sudah berakhir masa perangnya. Dan pada hari yang sama orang Jepang mengusai tempat yang sama dan tinggal di kapal selam U-195 di Surabaya dan U-215 di Jakarta, karena itu Kepala Pangkalan Jerman dari Jakarta, Mayor Angkatan Laut Dr. Kandeler, menolak tawaran Jepang Admiral Maëda buat terus perang bersama dengan Jepang atau bersekutu dengan Jepang. Beberapa dari kru telah bersembunyi dari teman wanitanya. Setelah perang usai mereka mencari pasanganya dan pada akhirnya mereka menikah (Martin Müller).

Kebanyakan tentara marinir dari Kepala Pangkalan Jakarta dan Surabaya telah pindah dengan semua yang mereka miliki yaitu makanan, senapan, kendaraan, buat pindah dan senang di Perkebunan Teh Cikopo (Tjikopo). Dengan petolongan Albert Vehring mereka mendapat makanan. Seragamnya mereka tanggalkan. Kepala tempat penampungan itu Mayor Angkatan Laut dari U-219 Burghagen, karena telah menang dari perang Dunia ke-Satu dengan kapal selam maka dia telah menjadi seorang perwira yang paling tertua dengan usia 54 tahun.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 akhirnnya Jepang menyerah juga. Sebelum menjadi presiden pertama Sukarno telah membuat Proklamasai buat Kemerdekaan Indonesia. Pada malem harinya pada tanggal 16 ke 17 Agustus Sukarno dengan Wakil Presiden Moh. Hatta membuat tulisan tangan buat teks Proklamasi buat kepastian keamanan, mereka membuatnya di tempat kediaman dari Admiral Maëda. Pada pagi harinnya teks tersebut harus di ketik disana tetapi mesin tik Jepang enggak ada huruf latinnya. Jadi mereka "meminjam" mesin tik Jerman dari tempat kantor Kepala Angkatan Laut Jerman, Mayor Angkatan Laut Dr. Kandeler. Mesin tik tersebut telah diambil dengan Jip Sekretaris Jepang Admiral Maëda, Satzuki Mishima. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Dokumen teks Proklamasi telah dibacakan oleh Sukarno. Dokumen aslinnya telah diketik oleh Sajuti Melik dengan mesin tik angkatan laut Jerman. Mesin tik tersebut sekarang berada di Musium Perumusan Naskah Proklamasi. Dari sini ceritannya juga telah ditemukan banyak keganjilan.

Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Proklamasi. Artinya pada bulan Agustus akan banyak peringatan yang berkaitan dengan lahirnya Bangsa Indonesia. Tapi berbeda dengan bangsa yang sudah mapan, yang sudah enggak mempersoalkan lagi peristiwa kelahirannya. Karena masyarakatnya sudah menyakini sejarah bangsanya 100%, bangsa Indonesia masih mempersoalkan yang itu-itu juga sehingga kelihatan belum yakin pada apa yang terjadi pada bulan Agustus 1945 itu. Sebenarnya para sejarawan handal sudah memiliki kesepakatan yang sama, namun kan banyak yang belum mau mendengar pendapat mereka. Rupanya terlalu banyak orang yang memahami dan berkeyakinan sendiri pada soal itu. Padahal lorong sejarah yang kita lalui sudah ckup panjang. Yang memperihatinkan, para pelaku atau saksi hidup sudah banyak yang tiada disamping dokumen atau bukti tertulis kian langka didapat. Kalau kita mulai dengan peristiwa berangkatnya Bung Karno, Bung Hatta, Dr Radjiman dan Dr Soeharto ke Dalat. Nampak kalau Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sudah dipersiapkan dengan baik. Hatta menulis dalam Biografi Politiknya (Deliar Noer. hal 240), tiga orang pemimoin Indonesia pada tanggal 9 Agustus 1945 dikirim ke dalat (300 km utara Saigon) tempat markas brsar Marsekal Terauchi Hisaichi, panglima angkatan perang Jepang di Asia Tenggara. Mereka itu Sukarno, Hatta, masing-masing Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI) dan Radjiman Wediodiningrat, bekas Ketua Badan Penyelidik (BPUPKI). Ketiganya diminta datang ke Dalat agar mendengar sendiri secara langsung tentang maksud Jepang buat memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Ketiganya didampingi oleh wakil pemerintah balatentara Jawa : Letnan Kolonel Nomura, Miyosi (penterjemah) dan Kapten Masaki serta wakil-wakil dari pemerintah balatentara Singapura, Mayor Jenderal Shimura yang disertai seorang ajudan. Perjalanan dimulai dari Jakarta dan mampir di Singapura. Dari Singapura menuju Saigon, tapi pesawat enggak bisa mendarat karena lapangan sedang banjir. Maka pesawat kembali dan rencananya akan mendarat di Kota Baru (di Malaysia sekarang). Tapi itupun enggak mungkin karena bahan bakar enggak cukup. Secara kebetulan ada sebuah lapangan darurat dikota kecil bernama Rontan (diwilayah Indochina). Setelah menginap dan mengisi bahan bakar, baru keesokannya dengan mobil menuju Saigon kembali. Dari Saigon mereka menuju Dalat. Ada penjelasan Myosi (Memoir Myosi) bahwa di Saigon, rombongan mendengar bahwa Jepang telah menerima syarat-syarat deklarasi Postdam asalkan Tenno Haika dan keluarganya aman. Deklarasi Postdam bersangkutan dengan syarat-syarat yang ditentukan Sekutu tentang penyerahan Jepang (lihat deklarasai Postdam). Anehnya Terauchi tetap menerima rombongan sesuai rencana. ). Hatta yang berulang tahun tanggal 12 Agustus (jadi tepat hari itu - Moh.Hatta memoir) berceita bahwa jam 10 pagi mereka diterima Terauchi. .Beliau menerima dengan khidmat, meskipun sedang menderita lumpuh (mungkin stroke). Tampak dalam foto pertama Hatta, Terauchi dan Radjiman (minum suguhan). Pada foto kedua, terjadi saling pidato yang ditengahi Myosi (disebelah Bung Karno). Yang berdiri paling kanan Terauci. Disebelah kanannya berdiri para perwira staf dan tamu dari Jawa serta Singapura. Dalam kesempatan ini Terauchi menyatakan : "Pemerintah Tokyo memutuskan memberikan Kemerdekaan kepada Indonesia". Pada kesempatan itu juga Sukarno bertanya :, "kapan putusan Tokyo tentang Indonesia Merdeka dapat kami umumkan kepada rakyat Indonesia ?". Terauchi menjawab : "Itu terserah tuan-tuan Panitia Persiapan. Kapan saja dapat. Itu sudah menjadi urusan tuan-tuan". Kemudian Terauchi memberikan selamat diikuti stanya. Rombongan kembali ke Saigon. Di Saigon itulah Let.Kol Nomura menyampaikan berita bahwa Rusia telah menyatakan perang dengan Jepang. Esok harinya 13 Agustus 1945, jam 8.00 pagi dengan pesawat mereka meninggalkan Saigon menuju Singapura, dengan mampir sebentar di Taiping (sekarang Malaysia). Di Singapura terjadi pertemuan dengan anggota rombongan PPKI dari Sumatera yaitu Mr Mohamad Hasan, Mr Abas dan Dr Amir. Pada tanggal 14 Agustus mereka berangkat ke Jakarta. Ketika turun dari pesawat, Sukarno disambut Gunsekan Jenderal Yamamoto (foto 3). Rupanya di Kemayoran ada rombongan penyambutan. dan Sukarno mengucapkan pidato jagungnya (foto 4). Sukarno berkata : " Apabila dahulu aku katakan bahwa Indonesia akan merdeka sesudah jagung berbuah, sekarang dapat dikatakan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbunga". Ucapan ini disambut oleh rakyat banyak dengan tepuk tangan dan bersorak " Indonesia Merdeka". Beberapa topik berita koran Tjahaja hari itu menyebutkan : "Sukarno berjanji akan berdjoeang oentoek melaksanakan kewadjibannja terhadap Nanpo Gun Saikoo Sikikan" dll....

Pada perundingan dirumah Maeda ada rencana buat menyelenggarakan Proklamasi di Ikada. Tapi ternyata, pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diselenggarakan dimuka rumah Sukarno dijalan Pegangsaan Timur no 56. Soediro (Mantan Walikota saat tahun 1945 menjabat wakil kepala barisan Pelopor) bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan Soehoed (tampak dalam foto proklamasi seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa buat menjaga keluarga Sukarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 malem hari, Soehoed melaporkan bahwa telah datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya. Soehoed enggak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa. Demikian juga ketika Sukarno sekeluarga dibawa pergi enggak ada kecurigaan sebagai peristiwa penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi ketika Sukarno kembali pada tanggal 16 Agustus 1945 malem hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan Pelopor) buat melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro memanggil para pembantunya buat turut menyebarkan akan adanya acara sangat penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas buat menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai di kawedanaan dan Cutai-cutai dikecamatan banyak yang sudah dihubungi sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul dilapangan Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 buat keperluan menghadiri upacara penting. Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena melihat disitu banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah berita sudah bocor ?. Dia lalu menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr Muwardi ternyata Proklamasi enggak jadi di Ikada tapi dirumah Sukarno. Maka dengan cepat disebarkanlah pembetulan informasi bahwa pelaksanaan proklamasi dipindahkan di Pegangsaan Timur 56. Kepada Soehoed diperintahkan buat menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan, hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah itu Soediro pulang kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir Soewirjo, Dr Muwardi, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani, Trimurti dan masih banyak lagi. Enggak tampak wajah Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh maupun Adam Malik. Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier) yang disewa dari Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio Satrija” yang beralamat dijalan Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana ini mengikuti mata acara yang dipersiapkan yaitu : Pembacaan proklamasi oleh Sukarno disambung pidato singkat, Pengerekan bendera merah putih, Sambutan Soewirjo dan Sambutan Dr Muwardi. Pada acara pertama, Sukarno membaca Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani Sukarno-Hatta (foto 1 dan 2). Kemudian Sukarno berpidato singkat tanpa teks. Buat pengerekan bendera awalnya diminta kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai seragam lengkap PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang pemudi muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah Putih (bendera pusaka yang dijahit Fatmawati beberapa hari sebelumnya). Maka dikereklah bendera tersebut oleh Latif dibantu Soehoed. Setelah berkibar, spontan hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Melihat foto (3) Proklamasi, nampak membelakangi lensa Fatmawati dan Trimurti. Tampak Sukarno bersama Hatta lebih maju dari tempat berdiri saat pembacaan proklamasi. Sebuah foto lain (4) yang diambil dari belakang Sukarno, menggambarkan para hadirin lainnya yang berdiri dekat tiang bendera. Mereka terdiri dari para pemuda-mahasiswa Ika dai Gakko. Pada acara ketiga, Soewirjo yang dizaman Jepang menjabat wakil walikota berpidato. IPPHOS juga mengabadikan peristiwa ini. Namun sampai hari ini tiada dokumen yang menjelaskan apa yang diucapkan Soewirjo. Demikian juga enggak ditemukannya naskah pidato Dr Muwardi yang akan mengisi acara keempat. Karena tiadanya dokumen, timbul pertanyaan apakah Dr Muwardi benar-benar berpidato ? Setelah upacara selesai berlangsung, tiba-tiba masuk sambil berlari kurang lebih 100 orang anggota pelopor yang dipimpin S.Brata. Mereka enggak tahu terjadinya perubahan tempat, sehingga ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Sukarno membacakan lagi Proklamasi. Ahirnya Sukarno yang sudah masuk kamar, keluar lagi dan menjelaskan melalui mikrofon bahwa pembacaan Proklamasi enggak dapat diulang. Karena masih kurang puas mereka minta kepada Hatta buat memberikan amanat singkat. Hatta kemudian meluluskannya. Yang juga terlambat adalah Dr Radjiman Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI. Dalam buku Lahirnya Republik Indonesia, Soebardjo mengaku dibangunkan utusan Sukarno agar datang ke Pegangsaan Timur 56, tapi dia mengirim pesan minta maaf karena kelelahan akibat perjalanan pulang pergi Jakarta-Rengasdengklok dan mengikuti rapat dirumah Maeda. Soebardjo memang enggak nampak saat proklamasi. Setelah acara selesai, Soediro dan Dr Muwardi memilih 6 orang anggota barisan pelopor istimewa, pelatih pencak silat menjadi pengawal Sukarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh Soemartojo. Sampai selesainya proklamasi fihak Jepang enggak menyadari apa yang telah terjadi. Mereka baru datang setelah Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang datang ini mengaku diutus Gunseikanbu buat melarang Proklamasi. Tapi Sukarno yang menghadapinya dengan tenang, menjawab bahwa Proklamasi sudah dilaksanakan. (diambil dari berbagai sumber sekitar Proklamasi)

poto tokoh di rengasdengklok


CHAIRUL SALEH(28)



SUTAN SJAHRIR(36)





WIKANA(30)


SOEKARNO(44)


MOH. HATTA(43)


GUNTUR SOEKARNO(1)




FATMAWATI(22)




AHMAD SOEBARJO(49)


LAKSAMANA MUDA MAEDA


YUSUF KUNTO




SUDIRO


SUKARNI(29)


JIAW KI SONG